Jumat, 20 Desember 2019


Titip Rindu Buat Ayah



Tidak ada puisi serta tidak ada nyanyian yang tepat untuk menggambarkan seseorang yang seringkali  orang sebut sebagai ayah dalam kepalaku. Sosok itu begitu abstrak bahkan tak tergambar dalam mimpiku sekalipun. Aku tak mendramatisir, ini hanyalah ungkapan luka juga mungkin ungkapan syukur.

Sejujurnya aku telah sangat terbiasa tanpanya, tapi terkadang di hari-hari penting, di hari-hari bahagia ingatanku serta kepalaku kerap kali memanggilnya. Ini membuatku sedih karena dia telah melewatkan banyak hal sedangkan aku berkeinginan mengabarkan semuanya. Pertarungan ekspetasi dengan sebuah realita ini pada akhirnya membenturkanku pada kekecewaan yang juga kerap terulang setiap waktu.  Aku serakah karena telah merindukannya dan menginginkan dia ada dalam hari bahagiaku.

Tahap-tahapan hidup yang kerapkali menyakitkan selalu kutempuh sendirian. Orang lain mungkin terbiasa berkabar dengan orang tua mereka sedangkan aku lebih memilih memendamnya. Pun kepada ibu, aku takut kalau-kalau kabar buruk yang aku bawa memenuhi benaknya atau bahkan menguras deras air matanya. Sehingga perkara pendam-memendam, aku telah terbiasa. Hanya kabar-kabar riang yang kuadukan. Ini lumrah dan tidak pernah menjadi masalah.

 Pada hari-hari sulit aku juga tak pernah mengundang ayah untuk turut serta kusalahkan. Ini  kusadari sebagai laju-laju hidup yang menawan, yang memantik sikap kedewasaan secara perlahan. Tapi di hari bahagia, hari saat Tuhan memberi hadiah-hadiah istimewa, aku kerapkali menangis dan mengingatnya. Aku hanya ingin berkabar atas pencapaian yang telah kutempuh dengan perjuangan yang menyakitkan, aku hanya ingin mengatakan bahwa aku bukan seorang anak yang merepotkan. Sehingga kabar-kabar manis ini bisa membuatnya hadir di sela-sela hidupku. 

Keadaan ini, serta pertarungan terhadap diri sendiri ini telah biasa. Namun, aku masih saja berurai air mata setiap kali mendengar namanya, setiap teman-teman menceritakan perihal “ayah”, pun setiap sesi wawancara-wawancara resmi yang melibatkan namanya. Aku hanya tertunduk dan menangis, orang pikir mereka melukaiku, padahal aku hanya terluka karena tidak bisa menceritakan apapun tentangnya. Bahkan kadang lagu-lagu tentangnya, yang bisa orang nyanyikan dengan lantang hanya berhenti ditenggorokanku dan seketika hujan membubuhi pipi dan mataku. 

Ini memang menyedihkan, tapi Tuhan selalu mengganti kesakitan-kesakitan dengan hadiah cantik dan istimewa. Dengan hadirnya ibu dan seseorang-seseorang yang mencintaiku. Terima kasih, Ayah lekaslah pulang….


Matahari terbenam, 20/12/19.