Jumat, 09 Februari 2018



“Perempuan”

Sembab dan hati menangis tanpa sebab
Kataku “semua ini karena masa lalu yang biadab”
Lagi, untuk kesekian kali meronta
Terbuka dan luka menganga
Bak tertabur garam di atasnya
Perih dan berkecamuk sakitnya..
Aku menelepon dengan geram
Tak jua diangkat untuk membuat tenteram
Tapi kau bilang  “tunggu dulu sampai malam”
“Aish” batinku…
Kamu meminta aku menunggu..?
Lancang kamu..
Membuat seorang perempuan menunggu
Aku bisa dengan gigih
Membuat hati dan waktumu merintih
Selama kau menunda selama itu pula kau menderita
Lalu kau menyerah
Dengan pasrah…
Lalu dengan senyum menawan
Serta rupawan
Membawaku pergi dengan angin kencang…
Meriangkan hati yang kepalang
Mentertawakan bibir yang semula semacam radang
Menarik simpul senyum yang semula hilang..
Dengan cara apapun
Kamu tetap tekun
Lantas aku yang duduk di belakangmu tertegun
Kau ini benar-benar pantas
Dan lekas membuat panas menjadi lepas
Lalu aku meminta pulang
Dan kamu memandang
Sambil berdendang
“Ah perempuanku sudah senang”
Sederhana kan perempuan ?
Timpalku dengan candaan .

Surakarta, dengan riang aku berkata. Hari pers nasional 2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar